Golden Mammoth: Bicara Karya dan Pahit Getir bermusik di Negeri Jiran.
- Mino Circles Media
- Apr 9, 2019
- 9 min read
Updated: Apr 11, 2019

Perkenalkan, mereka adalah Golden Mammoth, band asal Kuala Lumpur, Malaysia. Perkenalan saya dengan band ini berawal dari cerita teman saya yang baru saja pulang sehabis selesai studi di Malaysia, tepatnya pada tahun 2017 lalu. Cukup kaget mendengar lagu-lagu dari band-band Malaysia yang disodorkan ke saya waktu itu, dalam hati “wah…ternyata ada juga yaa musik asik seperti ini di Malaysia, saya kira hanya melayu melulu.”. Salah satu dari banyak yang menarik perhatian saya adalah Golden Mammoth, band yang berlandaskan Psychedelic yang manis sekali.
Berdasarkan riset yang saya lakukan, Golden Mammoth awalnya merupakan solo project dari Syabil Alyahya yang dimulai tahun 2015. Namun sekarang ia dibantu oleh teman-teman dekatnya yaitu Zaki dari Youth Portal (Rhythm Gitar), Que dari Ramayan (Drum), Ojay dari Sendiket Tjongkong Emas (Keys dan Synth) dan Fariz dari LUST (Bassist dan Backing Vocal). Bisa dibilang ini formasi “super-group”, karena semua berasal dari band-band yang sangat menarik perhatian di Malaysia dan mungkin bisa juga menarik perhatian kita di Indonesia.
Beberapa hari yang lalu mereka baru saja menyelesaikan tour di Indonesia. Tour ini awalnya agak membingungkan saya, karena tidak ada pemberitahuan yang lengkap, apakah ini merupakan salah satu tour untuk promo album baru? (karena mereka sempat merilis single pertama bertajuk “Ominous” untuk perkenalan album barunya tepat Januari, 2018 kemarin). Saya menyempatkan untuk hadir di kick-off pertama mereka di Jakarta tepatnya di Lobbyn Kemang. Ternyata, mereka hadir dengan set live yang layak diacungi jempol! Dikemudian hari saya menyempatkan hadir disela-sela latihan mereka di Palm House Studio didaerah Pejaten untuk menggali lebih dalam siapa mereka dan bagaimana kemajuan skena indie di Malaysia. Simak obrolan kami seputar seluk beluk Golden Mammoth hingga perjuangan mereka menjadi musisi di tanah kelahiran mereka. Semoga Barokah!
***
Q: Pertama-tama, boleh diceritakan bagaimana Golden Mammoth ini bisa terbentuk. Ada kabar bahwa sebenarnya Golden Mammoth merupakan solo project Syabil?
Syabil: Pada waktu itu, sebenernya saya bisa dibilang hanya musisi kamar biasa. Saya hanya share musik-musik biasa di Soundcloud yang berisi materi-materi acak yang keluar dari pikiran saya. Dengan peralatan seadanya, saya mulai menulis lagu-lagu saya sendiri dan rutin membagikannya di Soundcloud. Sampai pada suatu ketika, saya masuk ke dalam nominasi The Weeknd Recording fund di Malaysia (3rd place). Mereka meminta saya untuk tambil secara live di acara mereka. Lalu saya sadar bahwa saya belum punya formasi yang jelas. Jika hanya saya sendiri yang harus tampil, maka akan sangat sulit untuk mencakup keseluruhan materi. Akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi teman-teman SMA saya yang bisa memainkan alat musik. Saya ajarkan mereka beberapa bagian untuk dimainkan lalu terkumpulah satu band untuk pertunjukan itu. Namun itu tidak berlangsung lama karena mereka terlampau sibuk oleh kegiatan masing-masing. Sejak saat itu saya bertemu dengan Fariz. Dia bermain gitar dan vocal untuk band lain bernama LUST. Lalu saya mengajak dia untuk bermain bass bersama saya. Lalu saya juga bertemu Que dari Ramayan untuk bermain drum. Saya juga bertemu Zaki, Zaki tinggal tepat disebelah tempat tinggal saya. Dia dulu berkuliah di Cyber Jaya. Saya bertemu dia sebagai Youth Portal. Kami berteman dan akhirnya saya mengajak dia untuk bermain gitar dalam projek ini. Dan orang terakhir yang saya temui adalah Ojay. Ojay bermain untuk sebuah band bernama Sendiket Tjongkong Emas sebuah band Shoegaze Psyhcedelic band dari Malaysia. Pertama kali saya melihat dia tampil, saya langsung berpikir bahwa saya harus membuat dia mau bermain di projek ini, sangat luar biasa. Jadi ini menjadi semacam kolaborasi dari beberapa band dengan latar belakang genre yang berbeda-beda. Beberapa orang menyebut kami sebagai “super-group” hahahaha..., tapi menurut saya kita hanya a bunch of amateur group.
Q: Jadi sekarang Golden Mammoth bisa dibilang bukan solo project Syabil atau gimana haha?
Syabil: Sekarang bisa dibilang Golden Mammoth itu half solo and half collaboration haha.
Zaki: Rangkanya semua masih dari Syabil. Biasanya dia bawa materi ke studio dan kita jamming, baru setelah itu kita olah lagi materinya bersama.
Q: Inspirasi Syabil apa sih? Ceritakan Pengalaman selama proses kreatif album pertama “Metaphoric Quadraphonic”?
Syabil: Sebenernya album itu ditulis di fase hidup saya yang cukup aneh. Karena saya melalui masa perubahan dari remaja menuju dewasa. Saya merasa harus menulis sesuatu yang bermakna tentang segala sesuatu yang saya lalui. Secara lirik saya membawa tema-tema seperti wanita, hidup, uang dll. Secara musikal, orientasi saya masih sama seperti materi-materi saya di Soundcloud. Tadinya album ini akan menjadi album instrumental tapi karena pengalaman hidup yang saya lalui, saya merasa perlu memasukan lirik sehingga memungkinkan orang untuk bisa relate terhadap lagunya. Semua materi direkam di satu audio interface yang sangat sederhana dan menggunakan output speaker kuno. Tidak ada yang proper dalam pengerjaan album ini. Untuk Drum pun saya memakai sample. Jadi memang proses kreatifnya berjalan bersamaan dengan proses rekaman, dan seluruh mixing-mastering saya lakukan sendiri.
Q: Soal single terbaru kalian “Ominous”, terdengar lebih dewasa dari pada MALAVITA EP (2015) dan Metaphoric Quadraphonic (2016), influence apa yang mempengaruhi Syabil dalam lagu ini?
Syabil: Ya EP itu direkam ketika saya masih 17 tahun. masih muda, mentah dan tidak tahu apa-apa, berbeda untuk single “Ominous” saya sudah mulai banyak influence seperti YES, King Crimson dan sedikit Supertramp. Ya sudah memperluas influence saya hehe. Dulu masih mendewakan Tame Impala dan ingin membuat materi seperti mereka. Tapi semakin kesini makin mengenal band-band lama yang klasik. Yang jelas untuk materi terbaru, lebih banyak influence-lah.
Q: Kalau untuk Que, Zaki, Ojay dan Fariz dalam bermusik bisa sebutin gak musisi atau band apa yang meng-influence kalian secara individual?
*Wah hahaha cukup banyak yaa!*
Que: Kalau untuk drummer influence saya terbesar datang dari musisi 60’s, 70’s dan 80’s classic stuff seperti Ringo Star dan teman-temannya, tapi untuk sound modern seperti sekarang saya lebih sering mendengar Queen Of The Stone Age, dan juga musik-musik nusantara seperti Guruh Gipsy, Chrisye dan Dewa.
Zaki: Yang memperkenalkan saya dengan musik pertama kali yaitu My Bloody Valentine, ditambah sekarang saya sangat suka sekali dengan Radiohead, kalau ditanya tentang influence Psychedelic tetap masih Pink Floyd dengan King Crimson dan roots lokal kita sendiri yaitu Kompilasi Album “Those Shocking Shaking Days” yang membuka jalan saya pribadi si ke dunia Psychedelic.
Ojay: Kebanyakan selera musik saya tidak beda jauh dengan Zaki seperti band-band Shogaze, dan Radiohead mempunyai peran penting untuk saya sendiri. Tapi sekarang saya lebih mencari dan mendengarkan musik-musik seperti Mars Volta, band-band Progresif seperti King Crimson, dan band experimental seperti Psychotic Monks. Adapun band-band yang berhubungan dengan kriteria-kriteria yang saya sebutkan diatas pasti saya sangat sukai.
Fariz: Untuk permainan bass yang saya lakukan di Golden Mammoth saya ter-influence dari banyak bassline, groove dan sounds dari band-band classic contohnya seperti Paul McCartney (The Beatles), Roger Waters (Pink Floyd) dan banyak juga ter-influence dari 70’s Prog band.
Q: Oh iya sebenernya dalam rangka apa kalian tour ke Indonesia?
Syabil: Sebenarnya kita udah merencanakan ini sejak 2016, untuk pergi ke Indonesia. Rencananya kita mau rilis album dulu dan buat tour atas nama albumnya. Tapi tiba-tiba dapet undangan main untuk opening Connan Mockasin dan album masih dalam proses. Karena gak sempet rilis album dan gabisa nolak ajakan itu jadi sekalian aja kita memperkenalkan diri di Indonesia dengan apa yang kita punya sekarang.
Q: Kenapa memilih Indonesia sebagai tujuan untuk Tour?
*Makan-makan hahah!!!*
Zaki: Salah satu keresahan kami adalah kita bosan dengan scene Malaysia. Karena Indonesia secara geografis paling dekat, pasarnya paling kita kenal dan juga secara musik kita banyak dengerin lagu-lagu musisi indie lokalnya makanya kita memutuskan untuk singgah dan memperkenal diri.
Syabil: Yang jelas, kita sangat berharap untuk kembali lagi. Bahkan mungkin tinggal disini hehe.
Q: Bagaimana kesan kalian soal tampil di Jakarta?
Syabil: Sesuatu yang baru buat kami, sesuatu yang tidak bisa kita dapatkan di Malaysia. Para audience terlihat sangat supportif terhadap pertunjukannya, mereka joget, mereka aware terhadap musiknya. Venue dan sound-nya juga bagus, sesuatu yang baru buat kami. Amazing.
Q: Pandangan kalian soal perbedaan antara skena indie Malaysia dan skena indie Indonesia?
Zaki: Wah, marketnya di Indonesia jauh lebih masif ya, jadi perputaran uangnya juga lebih bagus. Sedangkan di Malaysia, karena scene-nya dan marketnya sangat kecil jadi perputaran uangnya juga kecil. Sehingga sulit buat band-band alternatif indie kayak kami untuk evolve secara musik, finansial maupun nge-reach audience yang lebih luas. Di Malaysia untuk jadi musisi apalagi indie udah ga mungkin untuk full-time sedangkan kalo di Indonesia kan udah jadi karier. Peralatan pun juga jadi terbatas karena kekurangan uang. Makanya kemarin ketika kita main di Lobbyn, Kemang itu aja udah wow banget buat kita. Karena di Malaysia kita biasa main dengan equipment yang seadanya dengan masalah dan keterbatas masing-masing. Berbeda dengan band-band yang sudah berlabel, mereka jadi jauh lebih mudah untuk bermusik karena punya pendana tetap. Untuk yang indie-indie ini yang cukup sulit karena label Independent seperti Kolibri Rekords atau Orangecliff aja belom ada. Ada satu tapi ya rosternya ga permanen, hanya kontrak sebagai distributor rilisan. Bisa dibilang Indonesia secara scene masih jauh lebih baik dari Malaysia. Di Malaysia, sebenernya kita punya basis komunitas yang baik, kita cukup senang bisa tampil di banyak kesempatan, tapi disatu sisi kadang kita mulai sadar bahwa kita hanya tampil di depan orang-orang yang itu-itu saja. Semacam ada keinginan untuk memperbesar pasar tapi medianya juga sedikit dan tidak bisa menjadi acuan untuk merepresentasikan scene ini ke publik. Secara materi, di Malaysia banyak sekali band-band yang kualitasnya bagus dan patut disimak tapi eksekusinya yang kadang sulit untuk menyamai band-band di Jakarta terutama perihal Mixing dan Mastering. Mungkin kalo band setiap hari ada yang baru tapi untuk media atau pihak yang mau support kita secara finansial belom ada.
Q: Bagaimana peran pemerintah untuk mendukung skena musik di Malaysia?
Zaki: Kalau dari pemerintah sebenernya ada. Jadi ada program namanya MCP. Kita bisa mendaftarkan band beserta lagu-lagu kita untuk urusan royalty. Itu untuk lagu-lagu yang diputar di publik seperti radio dll. Perannya seperti menagih pertanggung jawaban hak cipta. Jadi kita bisa dapat uang dari situ, tapi ya ga seberapa buat band-band indie yang exposure-nya masih kurang.
Fariz: Tapi yang jelas untuk kami, alasan kenapa kita masih bertahan menjalankan ini semua sebenernya karena passion. Pada akhirnya mungkin memang kita tidak mendapatkan apa-apa seperti royalty dll, makanya kita masing-masing memilih jalan sendiri untuk menyambung hidup diluar musik.
Zaki: Padahal mungkin dengan apa yang kita punya sekarang, kalo kita di Indonesia, kita sudah bisa mandiri dan bisa menjadikan musik sebagai karier. Cuma karena di Malaysia belum ada perputaran uang yang baik dan konstan, makanya kita masih memilih jalur yang lain.
Q: Untuk Album baru, apakah ada niat untuk rilis bersama label?
Zaki: Kita terakhir masih independent semua, mulai dari nol semua dan merekam semuanya sendiri. Untuk distribusi mungkin kita perlu pihak lain. Cuma kita memilih untuk tidak masuk dalam label. Karena kita tidak mau diintervensi dari sisi kreatifitas.
Syabil: Kita mau musik berbicara untuk dirinya sendiri. Tidak mengguakan pola yang sama seperti sebelumnya. Label mungkin punya alasannya sendiri, karena mereka berorientasi untuk menjual musik, itu jelas. Tapi kita belum memutuskan untuk menggunakan cara itu. Mungkin karena kita masih muda, dan masih memilih untuk memeras semua kreatifitas yang ada di kepala kita dari pada dikontrol oleh satu pihak yang mungkin tidak sejalanan dengan pikiran kita.
Q: Boleh sebutkan musisi Indie Indonesia Favorit kalian?
Syabil: Untuk musisi yang baru di Indonesia favorit saya adalah Mooner.
Fariz: Saya Lowpink! Saya dulu sempat bermain bersama mereka di Gana Studio Bintaro. Lowpink please make more music!
Ojay: Kalau saya suka Danilla, “Oh man, her voice …”. Juga dulu teman-teman saya memperkenalkan saya kepada Efek Rumah Kaca dan The Sigit.
Zaki: Efek Rumah Kaca, The Trees & The Wild dan Sigmun.
Que: Kelompok Penerbang Roket, Barasuara, The Sigit , Mooner dan banyak si yang lain hahah.
Q: Sudah bertemu hal-hal lucu apa di jakarta beberapa hari ini? Hal yang menarik buat kalian di Jakarta?
Que: Ondel-ondel! Oh man their sounds so Psychedelic. Tengah malam tiba-tiba melihat mereka lewat, seperti “Dude what is that?!” Cukup kaget juga si melihat itu dijalan.
Fariz: Sejauh ini kami sudah melihat dan bertemu dengan orang-orang baru yang pastinya seru-seru, makanan yang enak-enak, dan bertemu dengan “Orang Tua”.
Syabil: “Orang Tua” is my new best friend 😊.
Q: Rencana kalian kedepan apa?
Syabil: Yang jelas kita akan kembali lagi dengan album baru. Memproduksi lebih banyak lagu, mencoba lebih produktif dan menjadi full-time musician hehe dan jangka panjang mungkin kita ingin tampil di festival-festival besar. Taget kami main difestival-festival besar di Indonesia seperti We the fest, Soundrenaline, RRRec Fest, mungkin Java jazz dan Syncronize Fest. Angan-angan saya kalau mungkin kita pengen banget kolaborasi dengan Connan Mocasin, kalau ada “rejeki” karena sepanggung hehehe. Mungkin juga split Bersama band-band lokal di Indonesia.
Q: Apa mimpi yang ingin kalian atau Syabil capai sebagai sebuah band?
Syabil: I want my music to reach people in a certain way not the usual way of how people listen to music. I want them to digest the music, intrument by instrument. Because i made that part or lines. I want them to digest what we play. I want them to except that. You know, people listen to music just for recreational or just for hobby. But then, i would say i’d love to turn a non music fan or a non-musician to be interested in music. So thats why i’ll try to make the song that can get through to them, so they can actually be a fan of my kind of music. And of course, i would like to reach the whole world globally i hope. Its my biggest dream haha.
***
Percakapan kamipun ternyata harus ditutup dengan perpisahan, tidak terasa perbincangan ini makan waktu yang cukup panjang. Mari kita doakan agar cita-cita dan angan mereka dapat terealisasi, saya berharap bisa menonton mereka lagi di lain waktu, dan menunggu sekali untuk album barunya. BIG SHOUT-OUT FOR GOLDEN MAMMOTH! CHEERS!
Oleh: Mino.
Comentários